2015 merupakan tahun yang menggairahkan bagi beberapa
startup di Asia. Pendanaan
venture capital
mengalir ke beberapa negara seperti China, India, dan Korea Selatan
dalam jumlah yang lebih besar dari sebelumnya. Asia Tenggara membukukan
rekor
exit terbesar dengan
diakuisisinya iProperty Group sebesar $534 juta (sekitar Rp7,3 triliun).
Namun penggalangan tahap pendanaan yang sangat besar
bukan jaminan kesuksesan di masa mendatang.
Sudah menjadi risiko umum dalam berbisnis bahwa sebagian perusahaan
akan keluar sebagai pemenang, sedangkan perusahaan lain keluar sebagai
pecundang.
Berikut adalah 20
startup dari Asia yang terpaksa gulung tikar tahun ini.
Mereka dikelompokkan berdasarkan asal negaranya, tanpa urutan. Mereka
masuk dalam daftar ini karena ada hal yang bisa dipelajari dari kisahnya
masing-masing.
Cina
1. Melotic
Melotic merupakan tempat penukar aset digital berbasis
bitcoin. Tujuan mereka adalah memfasilitasi penukaran antara mata uang digital alternatif dengan koin dari aplikasi tertentu.
Startup ini awalnya bermarkas di Hong Kong.
Startup ini baru saja mendapatkan
pendanaan tahap awal
sebesar $1,18 juta (sekitar Rp16,2 miliar) pada bulan Oktober 2014,
dari beberapa investor, termasuk 500 Startup. Sayangnya, jumlah tersebut
belum cukup untuk membangun produk yang sesuai dengan keinginan
konsumen. Pada Mei 2015, mereka
menyerah dan mengatakan “Tidak mengalami pertumbuhan cukup untuk menutup biaya pengembangan, perawatan, dan dukungan.”
2. Exiche
Pada tahun 2015, Cina memastikan bukan hanya satu, tapi
tujuh penyedia layanan cuci mobil on-demand
yang gulung tikar. Ya, kita tak salah membaca. Dalam ceruk bisnis yang
begitu spesifik seperti cuci mobil, ada banyak pemain yang berusaha
untuk menjadi pemimpin. Seperti itulah mengguritanya ekosistem
startup di negara itu.
Nampaknya, untuk saat ini, salah satu perusahaan yaitu
Guagua Xiche keluar sebagai pemenang. Sementara eXiche mungkin adalah perusahaan dengan kegagalan paling besar di antara semuanya. eXiche
mendapatkan pendanaan Seri A
senilai $20 juta (sekitar Rp274 miliar) pada bulan Maret dan
menghentikan layanan mereka pada bulan Oktober. Halaman utama web mereka
mengklaim kalau mereka sedang melakukan restrukturisasi, bukan mati.
Dalam ketatnya kompetisi ini, nampaknya banyak layanan cuci mobil
yang menghambur-hamburkan uang dengan menawarkan promosi murah. Satu hal
yang perlu diingat adalah cuci mobil sendiri harganya memang murah.
Model bisnis seperti itu biasanya tidak berumur panjang.
India
3. DoneByNone (Netcraft Retail Solutions)
Walaupun tahun 2015 termasuk paling menguntungkan bagi para pelaku
e-commerce di India, beberapa
startup tetap tak mampu bertahan. Salah satunya adalah Gurgaon, situs penyedia busana wanita milik DoneByNone.
Mereka dilaporkan mengalami masalah dengan kepuasan pelanggan di
penghujung tahun 2014, setelah kejadian itu, salah satu pendiri mereka
keluar. Pada awal 2015, web Gurgaon hilang dari peredaran.
4. Lumos
Lumos,
startup dengan spesialisasi
smart home, didirikan oleh para pebisnis pemula yang baru saja menyelesaikan bangku kuliah. Membangun
startup di bidang perangkat keras ternyata lebih sulit dari yang mereka kira.
“Kami menganggap enteng membuat produk berupa perangkat keras yang
siap dipasarkan. Kami salah memperhitungkan permintaan dan kegunaan
produk kami,” tulis salah satu pendiri Lumos dalam uraian panjang di
sebuah
blog.
Mereka sudah berbaik hati mendokumentasikan proses pengambilan
keputusan mereka beserta akibatnya dengat sangat rinci. Tulisan tersebut
sangat bermanfaat bagi mereka yang berniat membuat produk perangkat
keras.
5. TalentPad
Terlepas dari mendapatkan
seed funding pada Oktober 2014 dan pernah mengakuisisi sesama platform pencari kerja,
TalentPad “selesai” kurang dari setahun kemudian.
Situs ini merupakan layanan rekrutmen
online yang unik. Para perusahaan berkompetisi untuk mencari calon pekerja terbaik.
“Kami gagal memperhitungkan bisnis
scalable untuk pasar yang cukup besar,” ujar tim TalentPad dalam sebuah catatan buat para penggunanya.
6. Dazo
Bisnis layanan pesan antar makanan di India mendapat tamparan keras
tahun ini. Beberapa perusahaan berhasil mendapatkan investasi dan tumbuh
semakin besar, sedangkan yang lainnya gagal bertahan.
Di antara mereka yang gagal bertahan adalah Dazo. Menurut laporan,
Dazo merupakan layanan pesan antar makanan berbasis aplikasi pertama di
India. Mereka telah menarik
seed funding dari investor terkemuka seperti eksekutif Google dan Amazon.
Inc42, dalam artikel yang menganalisa tumbangnya
startup-startup pesan antar makanan di India,
menulis:
Pesatnya pertumbuhan (startup pesan antar
makanan) juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mendapat pendanaan
cenderung menghamburkan uang untuk mendapatkan pelanggan tanpa
menciptakan diferensiasi produk dari kompetitor sejenis.
7. Bagskart, Jewelskart, dan Watchkart (Valyoo Tech)
Valyo Tech menjalankan beberapa situs
e-commerce
barang-barang mewah, situs untuk tas, situs untuk perhiasan, situs untuk
jam tangan, serta situs untuk kacamata dan lensa kontak. Menurut
laporan pada awal 2014, mereka
mempertimbangkan untuk untuk menjual semua situs kecuali Lenskart, situs khusus kaca mata dan lensa kontak, untuk fokus terhadap situs yang memberi pemasukan paling banyak.
Butuh waktu hingga awal tahun 2015 untuk merealisasikannya. Valyoo
Tech berhasil memperoleh pendanaan untuk LensKart, namun mematikan tiga
situs lainnya yang nampaknya tak mampu menggaet konsumen.
Indonesia
8. Kleora
Menurut pendiri Kleora,
marketplace ini belum mati. Namun
brand tersebut beserta webnya telah
berhenti beroperasi. Alasannya, mereka merasa
branding produk wanita mereka jadi terlalu terbatas. Juga,
backend dan fitur platformnya juga perlu diperbaiki secara menyeluruh.
Mereka membuat perubahan drastis dan, dengan tim yang sama meluncurkan, produk baru bernama Prelo,
marketplace yang fokus pada barang-barang bermerek bekas.
9. Beauty Treats
Beauty Treats mulai dengan model bisnis berlangganan “kotak cantik,”
atau kotak berisi peralatan kosmetik, secara bulanan—mirip seperti
Lolabox yang gagal pada tahun 2014. Pada tahun 2013, Beauty Treats
melakukan
pivot, agar tidak bernasib seperti Lolabox. Namun hal itu ternyata tidak berhasil.
Pada awal tahun ini,
Daily Social melaporkan bahwa situs mereka telah
berhenti beroperasi. Saat ini, salah satu pendirinya, Romeo Reijman, mencoba membangun
startup pegadaian daring bernama
Pinjam.
10. Abraresto/ Abratable
Abratable dan Abraresto adalah situs pemesanan dan ulasan restoran yang beroperasi di Singapura serta Indonesia.
Startup ini gagal karena mereka membuat beberapa keputusan yang berisiko, termasuk menerima investasi dalam bentuk utang, bukan
venture capital. Mereka gagal menggalang pendanaan lanjutan di waktu yang tepat sehingga tak bisa bertahan.
11. Alikolo
Situs
e-commerce Alikolo diciptakan oleh Danny Taniwan, seorang pebisnis pemula asal Medan. Ia menganggap
kurangnya pengalaman sebagai sumber kegagalannya. Ia juga melakukan kesalahan fatal dengan menyerahkan mayoritas saham pada
angel investor, yang bahkan tak lebih berpengalaman dari dirinya.
Sejak saat itu Danny telah beralih untuk menciptakan platform
e-commerce terbaru yang saat ini belum diluncurkan.
12. Valadoo
Valadoo merupakan situs penyedia paket wisata untuk destinasi di Indonesia. Mereka
menutup layanannya
pada Mei 2015. Pendirinya mengatakan, Valadoo membuat kesalahan besar
dengan terlalu fokus pada pertumbuhan pengguna, dan mengabaikan perlunya
membangun model bisnis jangka panjang untuk produknya.
Setelah itu, merger dengan perusahaan lain malah berbuah masalah yang
secara teknis lebih pelik dari yang mereka kira. Pada akhirnya merger
tersebut berujung kebangkrutan bagi Valadoo. Mereka kehabisan dana dan
tak mampu untuk menggalang tahap pendanaan baru selama fase
transformasinya.
13. Paraplou
Pada bulan Oktober, salah satu pemain
e-commerce Indonesia yang lebih dulu didirikan, Paraplou,
nampaknya harus ditutup.
Perusahaan ini menampilkan ucapan perpisahan di halaman utama web
mereka dengan menyebut pasar yang belum terbentuk, kondisi keuangan tak
menentu, dan sulitnya mendapatkan pendanaan sebagai alasan utama mereka
gulung tikar.
Situs yang termasuk ke dalam anak perusahaan Paraplou Group ini masih
bisa diakses, namun saat ini situs utamanya dihentikan sementara.
Paraplou dipimpin oleh dua mantan CEO
Rocket Internet yang pernah bekerja di
Lazada Indonesia.
14. Kirim
Belum lama ini, kami menyadari
Kirim
diam-diam berhenti beroperasi. Layanan jasa antar barang ini mengklaim
telah beroperasi selama tujuh tahun. Mereka tak menyebutkan alasan di
balik keputusan menutup layanan.
Kemungkinan, ekspansi bisnis transportasi dengan pendanaan yang lebih
mantap—semacam GO-JEK dan GrabBike—ke layanan yang sama telah membuat
pemain baru seperti Kirim mustahil untuk bertahan.
Israel
15. Everything.me
Everything.me merupakan salah satu kegagalan yang dikenal luas di
benua Asia tahun ini. Mereka membuat aplikasi yang dapat menambahkan
contextual features untuk
smartphone Android.
Meski termasuk salah satu
startup dengan pendanaan
tertinggi, yaitu sebesar $35 juta (sekitar Rp480 miliar), dan menyatakan
aplikasinya telah diunduh hingga 15 juta kali
startup ini
memutuskan berhenti akhir Oktober. Mereka mengatakan “tak mampu untuk menemukan model bisnis yang cocok” untuk aplikasi gratis mereka.
Singapura
16. KotaGames
Di Singapura, KotaGames, situs
game berbasis web, menutup
layanannya pada bulan Maret. Mereka mulai beroperasi sekitar tahun 2008.
Kemungkinan kesalahan mereka adalah menggantungkan pendapatan pada
feature phone. TMG, induk perusahaan KotaGames, nampaknya gagal menyesuaikan model bisnisnya dengan pesatnya pertumbuhan
gaming di
smartphone.
17. Lamido
Lamido merupakan bagian dari kelompok perusahaan Rocket Internet yang
menjangkau wilayah Asia Tenggara. Sejatinya, perusahaan yang bermarkas
di Singapura ini merupakan
marketplace e-commerce.
Namun mereka tak begitu berhasil dan harus berhadapan dengan
kompetitor lokal yang lebih kuat. Terlebih, Lazada, yang juga bagian
dari Rocket Internet, telah mengadopsi beberapa fitur
marketplace.
Menurut CEO Lazada Group, Maximilian Bittner, Lamido bukannya bubar, namun
merger dengan Lazada.
“Dengan pesatnya pertumbuhan
marketplace Lazada dan Lamido,
kami merasa ada kesamaan yang semakin meningkat antara basis pembeli dan
penjual di antara kedua platform itu. Mengingat banyaknya kesamaan
antara merek Lazada dan Lamido, jadi merupakan langkah yang lazim jika
kami menggabungkan layanan keduanya,” ujarnya.
18. Superdeals
Awal tahun ini, operator telekomunikasi Singapura, SingTel
menutup situs yang menawarkan promosi harian milik mereka, Superdeals.
Mungkin hal ini tak mengejutkan, karena model bisnis seperti itu
mengalami kerugian yang sangat banyak di seluruh dunia. Beberapa tahun
yang lalu,
Groupon berada di garis depan pesatnya pertumbuhan startup serupa, namun akhirnya tidak mampu menarik jumlah pengguna sesuai target.
19. Molome
Penduduk Asia terobsesi berfoto
selfie dan menampikannya secara
online.
Molome ingin menjadi aplikasi yang membuat sebuah foto jadi lebih lucu
dengan menambahkan semacam stiker dan teks pada foto aslinya.
Pendirinya bergabung dengan program akselarator JFDI pada tahun 2014 dan
pada saat yang sama mengklaim telah memiliki 40 ribu pengguna harian
yang mengunggah lebih dari 15 ribu foto setiap harinya.
Namun semua itu belum cukup untuk bersaing dengan aplikasi berbagi
foto seperti Instagram dan Snapchat. Pada pertengahan November,
pendirinya memutuskan untuk membubarkan layanan Molome. Pesan perpisahan
di situsnya tertulis:
Dengan berat hati kami menginformasikan bahwa Molo
memutuskan untuk hibernasi mulai musim dingin ini. Membuat aplikasi
berbagi foto tidak murah, dan tanpa pendanaan kami tak mampu meneruskan
perjalanan kami.
Vietnam
20.Beyeu
Di Vietnam, bubarnya Beyeu, situs
e-commerce untuk perlengkapan bayi, menimbulkan kesan pesimis. Perusahaan itu
didukung oleh Project Lana, perusahaan internet terkemuka di Vietnam yang menjalankan komunitas daring untuk wanita.
Kemungkinan, hal yang membuat Beyeu gulung tikar adalah kompetisi yang ketat atau kurangnya pengalaman sang pendiri dengan
e-commerce.
Apapun alasannya, tentu ini adalah keputusan yang pahit bagi tim Beyeu. Mereka
dilaporkan meninggalkan pesan di situsnya tepat setelah menutup layanannya:
Membangun e-commerce membutuhkan uang yang tak
sedikit. Banyak perusahaan yang nantinya akan berhenti “membakar” uang.
Untuk kalian yang masih bertahan, semoga beruntung.
Namun catatan itu kini sudah tak ada. Halaman utama mereka kini kosong.
(Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia dan diedit oleh Fadly Yanuar
Iriansyah dan Pradipta Nugrahanto. Sumber gambar glasseyes view, Bryan
Mills, frankieleon, Andrew Mason, BY-YOUR-⌘, Doug Geisler, Sean
MacEntee.)